"HIMPUNAN PEDAGANG KAKI LIMA SINGAPARNA ( HPKLS ) TASIKMALAYA" "SERIKAT RAKYAT MISKIN INDONESIA ( SRMI ) TASIKMALAYA"

Sabtu, 28 Agustus 2010

aksi HPKLS-SRMI tanggal 21 ke kejaksaan 1

Posted by Pedagang kaki lima on Sabtu, Agustus 28, 2010 0 komentar


 

 

 

 

Realisasikan , Kesejahteraan Rakyat Sekarang Juga !!!

Kesehatan & Pendidikan Gratis, Perluas Lapangan Kerja, PERDA Perlindungan Perdagang Kaki Lima, dan Pemimpin Baru Harus Pro Rakyat.

 

Seperti kita ketahui bersama, bahwa pada tanggal 1 – 31 mei 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional telah melakukan sensus penduduk, untuk mengetahui jumlah kemiskinan, angka pengangguran, dan sebagainya. Karena itu, kita sangat berharap agar data yang disajikan BPS dapat memotret fakta dan kebenaran di lapangan, tidak berdasarkan angka-angka akrobatik.
Dalam mengukur kemiskinan, BPS masih setia untuk menggunakan pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), yang turunannya adalah 14 kriteria orang miskin versi BPS. Di sinilah letak persoalannya, bahwa 14 kriteria atau parameter BPS tidak mampu memotret realitas kemiskinan yang sebenarnya.
Apakah Benar Angka Kemiskinan Di Negeri Ini Sudah Turun?
Berdasarkan informasi dari PEMDA Kabupaten Tasikmalaya, bahwa; Mayoritas masyarakat Kabupaten Tasikmalaya 60 % -nya adalah Rakyat Miskin (baca: dimiskinkan oleh system yg dibangun Rezim/ Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya). Hal ini bisa dilihat melalui fakta/ realita dilapangan, tepatnya keberadaan para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di jalan Panayagan Singaparna. Sejak adanya relokasi para pedagang ke jalan tersebut, pendapatan mereka bukan bertambah, namun justru terus menurun, ini disebabkan banyak faktor : seperti daya beli masyarakat yang semakin menurun, dan kondisi lapak atau tempat berjualan yang kurang layak ( sempit, jalan rusak dan genangan air saat terjadi hujan ).
Tentunya ini sangat merugikan terhadap para pedagang kaki lima dan termasuk tentang kenyamanan konsumen, padahal beberapa kali para pedagang kaki lima jalan Panayagan, yang tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Tasikmalaya dan Himpunan Pedagang Kaki Lima Singaparna (HPKLS), melakukan berbagai langkah/ usaha – usaha; berdialog dengan pemerintah untuk adanya perbaikan kondisi lapak, diantaranya sudah beberapa kali melakukan dialog dengan Pihak kecamatan Singaparna, dan pada awal april 2010 dengan Pemda kabupaten Tasikmalaya, yang di hadiri oleh Dinas Tarkim, Kabag Perekonomian, Kabag Lingkungan Hidup, Kabag Hukum dan Satuan Polisi Pamong Praja. Adapun inti dari dialog tersebut adalah bagaiamana adanya perbaikan tentang kondisi lapak tempat berjualan dan penegakan terhadap peraturan yang ada yakni K3 (ketertiban, kebersihan dan keindahan). Hasil dari pertemuan tersebut adalah JANJI–JANJI akan adanya peninjauan di lapangan dan penambahan petugas dalam rangka penegakan perda K3 tersebut. Namun setelah 3 bulan sejak pertemuan tersebut hingga kini juni 2010, belum juga ada realisasi dari pihak pemerintah, dengan alasan classic yakni tidak tersedianya dana operasional.
Bahkan pada tangal 17 Mei 2010 SRMI – HPKLS mengadakan kuisioner terhadap para pedagang tentang kondisi tempat berjualan dan peran pemerintah, adapun hasilnya adalah bahwa mayoritas perdagang menginginkan perubahan yang lebih baik, bahkan hasil dari kuisioner tersebut sudah diberikan ke pihak kecamatan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan program kepada instansi terkait.
“Sebagai acuan jika di kota Bandung Ada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005  Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan Dan Keindahan yang mana dalam pasal 12 tercantum “berusaha atau berdagang di trotoar, jalan/badan jalan, taman, jalur hijau dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukannya tanpa mendapat izin dari Walikota dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dan/atau sanksi administrasi berupa penahanan untuk sementara waktu Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Identitas Kependudukan lainnya, dan/atau pengumuman di media masa”
Dari berlarut-larutnya persoalan di atas tentunya menimbulkan banyak persoalan, karena dengan kondisi lapak yang semrawut saat ini, tentu pendapatan para pedagang berkurang. Padahal seperti kita ketahui mayoritas para pedagang ini memiliki keluarga dan anak yang tentu saja sangat membutuhkan biaya untuk hidup. Merawat kesehatannya, serta biaya pendidikan anak – anak mereka.
Artinya jika pemerintah tidak memperdulikan dan menyelesaikan persoalan di atas tentunya pantas kita untuk menilai bahwa pemerintahan kabupaten Tasikmalaya saat ini Gagal Dalam Mensejakterakan Rakyatnya.
Analisa tentang kegagalan ini tentu saja tidak asal-asalan mengingat faktor di atas tentu saja keberadaan para pedagang kaki lima tentunya tidak hanya ada di kecamatan Singaparna saja, pastinya ada disetiap pasar yang tersebar di kabupaten Tasikmalaya.
Dalam hal ini kami tidak hanya menyoroti persoalan semrawutnya penataan pedagang kaki lima di kabupaten khususnya singaparna, namun faktor kesehatan dan pendidikan yang juga menjadi penting bagi seluruh masyarakat, mengingat bahwa kemajuan masyarakat bisa dilihat dari Tiga komponen Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang diakui secara internasional sebagai indikator keberhasilan pembangunan adalah yakni : tingkat pendapatan (daya beli), tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan masyarakat. Indek Pembangunan manusia (IPM) Propinsi Jawa Barat saat ini adalah 78 sementara IPM Kabupaten Tasikmalaya 69,52.
Indeks Pembangunan dibidang pendidikan,baru mencapai nilai 82. Secara factual hal ini tergambarkan dari angka rata-rata lama sekolah penduduk yang baru mencapai 6,78 tahun dari target 9 tahun.
Dibidang kesehatan nilainya baru mencapai angka 69,20. Kondisi ini tergambarkan dari angka Harapan Hidup (AHH) masih rendah, Angka Kematian Ibu (AKI) ketika atau pasca melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tergolong tinggi.
Indek pembangunan dibidang Daya Beli Masyarakat, baru mencapai angka/ nilai 64. Kondisi ini terlepaskan oleh rata-rata pendapatan sebagian besar penduduk di pedesaan masih rendah, yakni kurang dari Rp. 580 ribu. Artinya masih dibawah nilai Upaya Minimum Regional (UMR).
Dalam hal pendidikan beberapa contoh tentang maraknya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Selain itu, status RSBI juga berpengaruh terhadap besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh wali siswa. Besarnya beban biaya RSBI disebabkan sekolah perlu menyesuaikan diri untuk mencapai standar internasional. Standar internasional yang dimaksudkan adalah dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Namun di sisi lain, subsidi yang diberikan pemerintah belum dapat sepenuhnya menyokong RSBI sehingga pembiayaan dibebankan pada wali siswa.
Besarnya biaya sekolah menimbulkan implikasi lainnya berupa terbatasnya golongan masyarakat yang dapat bersekolah di sekolah RSBI. Hanya siswa dari kalangan mampu secara ekonomi yang dapat menikmati pendidikan bertaraf internasional. Terjadi sebuah ketidakmerataan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu antara siswa yang mampu dan yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Meskipun pemerintah telah menawarkan program subsidi silang untuk menjamin siswa kurang mampu untuk bersekolah di RSBI, kurang meratanya pendidikan antara golongan mampu dan kurang mampu masih menjadi sebuah masalah yang harus dipecahkan. Dan masih banyak lagi persoalan lainnya seperti: korupsi DAK, siswa dibebankan untuk beli buku, biaya praktikum, dan lain sebagainya.
Dalam hal kesehatan masih banyak orang miskin di kabupaten Tasikmalaya untuk berobat harus bayar sendiri, walupun dia memiliki kartu Jamkesmas, sementara pendataan Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) pun masih pilih tebang (ada 5 kecamatan yang didalamnya termasuk 141 desa yang warga miskinnya tidak masuk pendataan Jamkesda) dan lain-lain. Di samping itu anggaran untuk kesehatan pun masih minim, buktinya pemerintah kita baru hanya bisa menganggarkan dana buat masyarakat miskin sebesar 1,5 Milyar dari yang sebenarnya dana ideal alokasi kesehatan uang dibutuhkan sebesar 5,6 Milyar (sumber: Dinas Kesehatan), berbeda dengan dana study banding DPRD Kabupaten Tasikmalaya yang menghabiskan uang 2 Milyar (sumber; Tribun, Radar & Priangan). Padahal sejatinya masyarakat sangat membutuhkan biaya kesehatan, yang mana hal tersebut merupakan kewajiban Pemerintah baik eksekutif maupun legislatif.


Di sisi lain potensi kekayaan alam yang kita miliki masih saja di miliki oleh segelintir orang. Padahal ada banyak potensi yang ke-depannya bisa menjadi pemasukan bagi daerah, misalnya Pasir Galungung, Mangan, Bintonit, Emas dan lain-lain. Dalam hal ini seharusnya potensi alam itu harus menjadi milik pemerintah daerah atau dibuatnya perusahaan darah (BUMD) yang kemudian keuntungannya bisa di pergunakan untuk membiayai pembukaan lapangan kerja, kesehatan dan pendidikan gratis.
Berangkat dari data dan fakta – fakta di atas, kami menilai bahwa pemerintah sekarang ini telah Gagal Mensejahterakan Rakyatnya, maka di momentum 2011 nanti yakni Pemilihan Kepala Daerah, kita, rakyat kabupaten Tasikmalaya harus benar-benar memilih pemimpinnya, terutama yang mau memberikan akses seluas-luasnya bagi rakyat terutama rakyat miskin tentang jaminan Kesehatan yang murah dan layak, jaminan Pendidikan yang murah dan berkualitas, jaminan lapangan pekerjaan dan mau membuat BUMD atas potensi kekayaan alamnya.

Maka dengan ini kami dari SRMI –HPKLS - LMND menuntut hal – hal sebagai berikut :

1.    Rubah Kriteria Miskin Versi Badan Pusat Statistik,

2.    Perbesar Subsidi Anggaran Kesehatan, Pendidikan dan Batalkan Rencana Pencabutan Subsidi BBM.

3.    Segera Susun Peraturan Daerah Yang Melindungi Para Pedagang Kaki Lima (PKL)

4.    Bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Atas Sumber-sumber Kekayaan Alam Tasikmalaya

5.    Realisasikan dan Optimalkan PERDA K3

 

Mengenai Pilkada :

Menolak kandidat yang menggunakan uang (money politics), ataupun calon yang membangun loyalitas pemilih berdasarkan iming-iming uang.

 

Tasikmalaya, 21 Juni 2010.

              Nandang Abdul ajiz                                                          Mamat Rahmat
Ketua SRMI Kabupaten Tasikmalaya                                                 Ketua HPKLS 
              Tedi Mulyana. S.Pd                                                            Ilyas Maulana
         Ketua SRMI Kota Tasikmalaya                                         Ketua  LMND Tasikmalaya


0 Responses so far:

Leave a Reply